Soe Hok Gie Sang Idealis

Ngawi.in, Soe Hok Gie Sang Idealis dan salah satu idealis di negeri ini. Langka sebenarnya di Indonesia untuk menjadi seseorang yang idealis, namun di antara kelangkaan itu, kita tentu tidak akan melupakan sosok Soe Hok Gie, seorang demonstran angkatan 66 yang mencoba tetap teguh pendiriannya di antara godaan kekuasaan. Apa konsekwensinya? Tidak ringan. Dia dijauhi teman - teman seperjuangannya dahulu, tetapi dia tetap bertahan.



Ungkapan yang terkenal seperti yang ditulis dalam catatan hariannya yang telah dibukukan, Catatan Seorang Demonstran, “Saya telah memutuskan bahwa saya akan bertahan dengan prinsip - prinsip saya. Lebih baik di asingkan dari pada menyerah terhadap kemunafikan”.

Selain idealis, Soe Hok Gie adalah seorang patriotis dan cinta tanah airnya. Ia mempunyai hobi menjelajah alam dan mendaki gunung. Soe Hok Gie pun aktif di Mapala UI yang turut didirikannya itu, menurut pandangannya kecintaan itu bisa ditumbuhkan dengan cara mendaki gunung. Boleh jadi Soe Hok Gie bersyukur bahwa negeri yang dicintainya Indonesia dilewati cincin api ( Ring Of Fire ). Keberadaan cincin api itu dalam proses geologi selanjutnya akan mempengaruhi pembentukan gunung - gunung.

Dalam proses ribuan bahkan jutaan tahun yang lalu magma yang ada dalam bumi mulai naik kepermukaan yang kemudian sedikit demi sedikit membentuk permukaan. Material yang menumpuk dalam waktu lama itu selanjutnya menjadi gunung. Maka bukan suatu yang aneh di beberapa daerah wilayah negara kita terdapat banyak gunung berapi baik yang masih aktif maupun yang sudah mati. Yang tercatat kurang lebih berjumlah 155 buah.

Pada tanggal 12 Desember 1969, bersama ketujuh rekan pecinta alam lainnya berangkat dari Jakarta, untuk mencoba mendaki gunung tertinggi di Pulau Jawa, Gunung Semeru di Jawa Timur. Ia tergolong aktivis yang unik, yang lebih memilih mendaki gunung dari pada berpolitik praktis, menyendiri ke puncak gunung agar bisa keluar dari begitu banyak penderitan dan kegelisahan pribadinya.

Secara kebetulan pula Soe Hok Gie akan berencana merayakan ulang tahunnya ke - 27 yang jatuh pada 17 Desember 1969 kala itu. Sebelum berangkat ia sempatkan mengirim 13 perwakilan mahasiswa yang duduk di DPR GR dengan paket yang berisi liptik, cermin, jarum dan bedak, sebagai bentuk kekritisannya terhadap teman perjuangannya dulu.

Penamaan Semeru diambil dari Sumeru yang dalam mitologi Hindu merupakan pusat jagat raya, sedangkan Mahameru - bagian puncak - merupakan persemayaman para Dewa. Pilihan mendaki Gunung Semeru memang tidak salah, yang terkenal dengan keelokan alamnya. Dengan ketinggan 3676 mdpl mengukuhkan Gunung Semeru sebagai Gunung tertinggi di Pulau Jawa dan posisi ketiga gunung tertinggi di Indonesia.

 Gunung Semeru berada di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru ( TN-BTS ) yang berada di wilayah Kabupaten Malang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, dan Kabupaten Lumajang ini dikelilingi hamparan persawahan, padang rumput di Oro - Oro Ombo, hutan cemara di Cemoro Kandang, serta dilengkapi hamparan bunga abadi Edelweis. Di Taman Nasional itu pula terdapat beberapa danau ( Ranu ), diantaranya Ranu Pane ( 1 ha ), Ranu Regolo ( 0,75 ha ), Ranu Darungan ( 0,5 ha ), dan Ranu Kumbolo ( 14 ha ).

Di balik keindahan dan keelokannya Gunung Semeru memiliki jalur pendakian yang berat dan menantang, melewati lebatnya hutan rimba, tebing yang terjal dan berpasir yang kemiringannya 60 - 80 derajat. Di tambah Suhu udara yang cukup dingin dengan disertai hembusan angin yang cukup kencang serta terkadang adanya semburan material vulkanik dan gas. Maka dari itu Gunung Semeru merupakan gunung yang wajib didaki bagi mereka yang menyebut dirinya sebagai aktivis pencinta alam sejati.

Entah itu firasat atau hanya kebetulan belaka, beberapa saat sebelum pergi ke Gunung Semeru ia pernah berseloroh, ”Kehidupan sekarang benar - benar membosankan saya. Saya merasa seperti monyet tua yang dikurung di kebun binatang dan tidak punya kerja lagi. Saya ingin merasakan kehidupan kasar dan keras…diusap oleh angin dingin seperti pisau, atau berjalan berjalan memotong hutan dan mandi di sungai kecil…orang - orang seperti kita ini tidak pantas mati di tempat tidur.

Gunung Semeru cukup mewakili yang diinginkannya itu. Akhirnya 16 Desember 1969 Soe Hok Gie bersama ketujuh rekannya berhasil sampai di Mahameru, puncak Gunung Semeru. Artinya ia telah berhasil melunakkan ganas dan terjalnya Gunung Semeru. Saat itu cuaca kurang bersahabat, dinginnya udara, terpaan angin, dan kadang diiringin dengan hujan lebat. Bersamaan itu pula Gunung Semeru menunjukkan “kuasanya”, meletupkan material vulkanik berupa bebatuan dan pasir serta sesekali disertai dengan semburan gas.

Menurut penuturan Rudi Badil salah satu anggota rombongan, melihat situasi seperti ini memutuskan untuk segera turun. Hanya Soe Hok Gie dan Idhan Lubis yang belakangan. Entah apa yang menyebabkan Gie menunda untuk turun atau mungkin ia ingin bertahan untuk merayakan ulang tahun yang ke - 27 di esok hari.

Keenam rekannya sudah mulai turun, beberapa saat kemudian justru didapati khabar bahwa Soe Hok Gie dan Idhan Dhanvantari Lubis mengalami kecelakaan. Akhirnya beberapa rekan kembali lagi ke atas untuk memastikan apa yang terjadi. Ternyata justru yang didapati kedua rekannya itu sudah tidak bernyawa lagi. Dugaan keras meninggalnya Soe Hok Gie dan Idhan Lubis akibat menghirup gas beracun yang dikeluarkan kawah Gunung Semeru.

Dalam sebuah puisinya Soe Hok Gie pernah mengatakan, “Hidup adalah soal keberanian, menghadapi yang tanda tanya, tanpa kita bisa mengerti yang kita bisa menawar, terimalah dan hadapilah”. Hidup kadang penuh misteri dan tanda tanya. Sama juga dengan Gunung Semeru yang tidak bisa di tebak ada maunya, aktivitasnya bisa merupakan anugerah sekaligus musibah dan ia berani menghadapinya. Rupanya Tuhan mempunyai kehendak lain. Takdir menggariskan bahwa ia menjalani hidup tidak sampai 27 tahun walau kurang satu hari.

Sejak itu Soe Hok Gie dan Idhan Lubis tercatat sebagi korban pertama yang gugur di Gunung Semeru. Dan ada beberapa puluhan pendaki di tahun - tahun selanjutnya yang dinyatakan gugur dan hilang. Penyebabnya bermacam - macam, ada yang jatuh ke jurang, tertimpa material vulkanik, tersesat saat cuaca buruk, dan menghirup gas beracun. Namun demikian “ganasnya” Gunung Semeru tidak menjadi penghalang bagi pendaki yang mencari kedamaian dan menguji nyali untuk sampai di puncak Semeru.

Sebuah prasasti mengenang kematian Soe Hok Gie dan Idhan Lubis di Mahameru 

Pada 16 Desember 1969 tugas sebagai penjaga moral bagi bangsanya telah terhenti di hari itu, suatu sosok yang dirindukan dari bangsa yang -masih- carut marut ini. Dan Akhirnya sang idealis itu harus berakhir di Mahameru, puncak Gunung Semeru, tanah tertinggi di Pulau Jawa. Di puncak abadi para dewa ini Soe Hok Gie meninggalkan keabadian patriotisme dan idealisme yang begitu teguh diyakininya. Ia tidak gugur sia - sia. Selamat beristirahat, Gie!

Sumber Referensi: Soe Hok-Gie …sekali lagi, Rudi Badil dkk, Penerbit KPG, Jakarta, Memor Biru, Agus Santosa, Gradien Books, Yogyakarta dan disarikan dari berbagai sumber.

0 Response to "Soe Hok Gie Sang Idealis "

Posting Komentar